Menelaah Dalil Kewajiban Menunaikan Zakat

Abiyawaly.com – Menelaah Dalil Kewajiban Menunaikan Zakat
Zakat merupakan salah satu dari lima rukun Islam. Ada beberapa dalil tentang kewajiban membayar zakat yang terdiri dari ayat Alquran, Hadis Rasulullah dan juga ijma’ para ulama.
Dalil Dari Alquran
Dalil dari AlQuran, terdapat di dalam Surat At-Taubah: 103
خُذۡ مِنۡ أَمۡوَ ٰلِهِمۡ صَدَقَةࣰ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّیهِم بِهَا
Artinya : Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkandan menyucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka
Dalam Alquran, juga terdapat banyak dalil tentang kewajiban zakat yang disertai dengan kewajiban mendirikan shalat seperti yang terdapat dalam Surat Al-Baqarah: 110
وَأَقِیمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَۚ
Artinya : Dan laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat
Ayat-ayat Alquran yang menerangkan tentang kewajiban menunaikan zakat sifatnya adalah Mujmal (global) dan belum terperinci tentang zakat jenis apa yang dikeluarkan?, kadar ukuran zakat yang dikeluarkan, dan juga Berapa kadar harta baru dikenakan kewajiban zakat.
Kemujmalan (global) perintah menunaikan zakat dalam Alquran, diterangkan dalam berbagai sunnah Rasulullah secara terperinci dan mendetail.

Dalil Dari Sunnah
Dalil Kewajiban menunaikan zakat, selain dari Alquran adalah Sabda Rasulullah yaitu :
بني الإسلام على خمس : شهادة أن لا إله إلا الله ، وأن محمدا رسول الله ، وإقام الصلاة ، وإيتاء الزكاة ، وحج البيت ، وصوم رمضان
Artinya : Islam itu dibangun di atas lima pondasi yaitu bersyahadat bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad adalah Rasul Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, Naik Haji dan berpuasa di bulan Ramadan.
Hadis ini memberikan petunjuk bahwa zakat merupakan salah satu rukun Islam. Maka siapa saja yang mengingkari kewajiban zakat dihukumi sebagai kafir, meskipun dirinya mengeluarkan zakat.
Dari aspek ini, jelas bahwa meyakini kewajiban zakat itu merupakan satu hal dan mengeluarkan atau tidak mengeluarkan zakat adalah merupakan hal yang lain.
Intinya, jika sudah meyakini ketidakwajiban zakat maka otomatis statusnya berubah menjadi orang kafir, meskipun secara praktik dirinya mengeluarkan zakat.
Tapi perlu diperhatikan bahwa seseorang dihukumi sebagai kafir jika tidak mengakui kewajiban zakat adalah dalam konteks zakat yang disepakati (Ijma’) oleh para ulama tentang kewajiban zakat tersebut.
Adapun jika mengingkari kewajiban zakat dalam konteks yang masih diperselisihkan oleh para ulama tentang kewajibannya, tidak boleh dihukumi sebagai kafir.
Contoh model zakat yang masih dalam ranah ikhtilafiyah tentang kewajibannya yaitu zakat rikaz (harta karun), zakat tijarah, dan Zakat harta anak kecil.
Sedangkan zakat fitrah merupakan zakat yang disepakati tentang kewajibannya. Meskipun sebenarnya Ibnu Al Lubban menganggap zakat fitrah tidaklah wajib. Namun, pendapat Ibnu Al Lubban tersebut merupakan pendapat yang sangat lemah. Sehingga pendapat tersebut dianggap seperti tidak ada.
Mungkin sebuah syair dibawah ini dapat menjadi panduan kepada kita dalam memahami perbedaan pendapat :
و ليس كل خلاف جاء معبرا * الا خلاف له حظ من النظر
Artinya : tidaklah semua perbedaan pendapat itu dapat dijadikan sebagai Ibrah * kecuali perbedaan pendapat yang memiliki bagian untuk dikritisi.