Problematika Hamdalah Dan Syahadat Dalam Shahih Bukhari

Abiyawaly.comProblematika Hamdalah Dan Syahadat Dalam Shahih Bukhari

Salah satu karya Imam Bukhari adalah kitab Al Jami as Shahih atau lebih terkenal dengan Kitab Shahih Bukhari.

Hadis yang terdapat dalam Shahih Bukhari lebih dari 7.500 Hadits sahih. Dan keseluruhan hadis tersebut terangkum dalam 97 kitab. Dimulai dengan kitab permulaan Turunnya wahyu dan diakhiri dengan Kitab Al Tauhid.

Dan salah satu hal yang menarik di telaah pada bagian awal Kitab Shahih Bukhari adalah tidak adanya mukadimah atau khotbah.

Biasanya, di setiap bagian awal sebuah kitab pasti didahului dengan mukadimah yaitu puji syukur kepada Allah, syahadat dan juga sholawat kepada Rasulullah.

Sebagian ulama mengkritisi Kitab Shahih Bukhari ini karena seolah-olah kontradiksi dengan anjuran Rasulullah agar memulai sesuatu dengan pujian kepada Allah dan juga syahadat.

Sebagaimana sabda rasulullah :

كل أمر ذي بال لا يبدأ فيه بحمد الله فهو أقطع

Artinya : Setiap perkara yang memiliki kebaikan dan tidak dimulai dengan pujian kepada Allah maka perkara itu terputus keberkahannya.

Begitu juga dengan sabda Rasulullah :

كل خطبة ليس فيها شهادة فهي كاليد الجذماء

Artinya: Setiap khotbah yang tidak ada syahadat di dalamnya maka sama seperti tangan yang putus.

Kedua hadis di atas merupakan riwayat Abu Hurairah yang ditakhrij oleh Abu Daud dan lainnya.

Problematika Hamdalah Dan Syahadat Dalam Shahih Bukhari

Jawaban Versi Ibnu Hajar Al ‘Asqalani

Imam Ibnu Hajar Al Asqalani sebagai salah seorang pensyarah Shahih Bukhari memberikan beberapa jawaban yang cukup mudah untuk dipahami.

Hadits Tentang Niat Pengganti Khutbah

Jawaban pertama, tidak ada ketentuan bahwa setiap khutbah mesti menggunakan redaksi tertentu. Sebuah khotbah boleh menggunakan redaksi yang bermacam ragam. Sebab tujuan dari sebuah khutbah adalah memulai sesuatu yang dapat memberikan petunjuk atas tujuan yang ingin disampaikan.

Dan tujuan khutbah ini sudah tercover dalam Shahih Bukhari. Coba perhatikan, kitab pertama dalam Shahih Bukhari diberi judul permulaan Turunnya wahyu. Dan di dalam Kitab pertama ini, Imam Bukhari sudah meletakkan hadits niat sebagai hadits pertama. Hadits ini memberi petunjuk terang atas tujuan yang ingin disampaikan oleh Beliau.

Seolah-olah Imam Bukhari ingin menyampaikan :

Tujuan saya mengumpulkan Wahyu dalam bentuk sunnah adalah untuk mendapatkan kebaikan dari Allah dengan berawal dari keikhlasan niat saya. Dan Allah akan membalas kepada seseorang sesuai apa yang diniatkan.

Maka, isyarat dari hadis niat ini dijadikan oleh Imam Bukhari sebagai pengganti redaksi secara tegas.

Dan metode isyarat ini juga digunakan oleh Imam Bukhari di setiap judul kitab yang ada di dalam Shahih Bukhari.

Tidak Mencukupi Syarat Imam Bukhari

Jawaban kedua, dua hadis di atas yang bersumber dari Abu Hurairah tidak mencapai level syarat yang sudah ditetapkan Imam Bukhari. Dan bahkan kedua hadis tersebut masih banyak hal yang perlu dikritisi.

Memang benar kedua hadis tersebut dapat dijadikan sebagai hujjah, cuma dalam hadis tersebut tidak ada keterangan pasti yang harus dilakukan secara ucapan dan tulisan secara bersamaan.

Maka, besar kemungkinan Imam Bukhari sudah memuji Allah dan bersyahadat secara ucapan ketika menulis Kitab. Pujian dan Syahadah itu tidak lagi dibubuhi dalam bentuk tulisan karena sudah memadai dengan tulisan basmalah pada bagian awal.

Karena esensi daripada tiga hal tersebut yaitu basmalah, pujian dan juga syahadat adalah mengingat Allah. Dan hal ini sudah ada dan memadai dalam tulisan basmalah.

Jawaban ini didukung oleh fakta bahwa Ayat pertama yang diturunkan oleh Allah adalah Iqra. Dan cara meneladani Ayat tersebut dalam konteks penulisan adalah memulai dan meringkas Dengan tulisan basmalah. Dan ini sudah dilakukan oleh Imam Bukhari

Apalagi, hadits yang mengisahkan turunnya ayat Iqra tersebut juga ada dalam kitab pertama ini. Bahkan, hadis berkaitan Ayat Iqra’ tersebut adalah tujuan utama dari semua Hadits yang ada dalam bab ini.

Jawaban Pensyarah Lain

Ada beberapa jawaban lain yang disampaikan oleh beberapa Pencerah Kitab Shahih Bukhari. Tapi, jawaban-jawaban tersebut masih perlu dikritisi lagi menurut Ibnu Hajar Al Asqalani.

Diantara jawaban-jawaban yang dikemukakan yaitu :

Kontradiksi antara Basmalah dan Hamdalah

Seandainya Imam Bukhari memulai Kitab Shahih Bukhari dengan Hamdalah maka sudah pasti bertentangan dengan kebiasaan penulisan.

Dan jika Imam Bukhari memulai Kitab Shahih Bukhari dengan basmalah maka sudah pasti Tidak Dianggap Memulai Dengan Hamdalah.

Oleh sebab itu, Imam Bukhari memilih basmalah sebagai pembuka Kitab Shahih Bukhari.

Jawaban ini masih perlu dikritisi sebab seandainya Imam Bukhari memulai dengan basmalah dan Hamdalah maka tetap Dianggap Memulai Dengan Hamdalah. Maka inilah rahasia tidak ada huruf ‘Ataf acara Basmalah dan Hamdalah.

Tulisan basmalah pada bagian awal Shahih Bukhari sangat korelatif dengan Alquran. Sebab, para sahabat Rasulullah memulai penulisan hadits dari Rasul dengan basmalah, Hamdalah dan barulah dibacakan.

Penulisan mushaf setelah masa sahabat di berbagai daerah juga menulis Basmalah pada bagian awal Alquran. Meskipun sebahagian dari mereka berpendapat bahwa Basmalah bukanlah bagian daripada al-fatihah.

Implementasi ayat 1 surat al-hujurat

Diantara jawaban lainnya yang dikemukakan oleh para pencarak Shahih Bukhari dan masih perlu dikritisi yaitu alasan Imam Bukhari tidak menulis Hamdalah dan Syahadat adalah sebagai bentuk implementasi ayat 1 surat al-hujarat.

Firman Allah dalam surat al-hujurat ayat 1 :

يا أيها الذين آمنوا لا تقدموا بين يدي الله ورسوله

Artinya :

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan rasul-Nya

Ayat inilah yang diamalkan oleh Imam Bukhari sehingga beliau tidak lagi menulis mukadimah karena masuk dalam kategori mendahului Allah dan rasulnya.

Oleh sebab itu, Imam Bukhari memadai mukadimah dengan basmalah sebagai firman Allah.

Jawaban ini masih banyak hal yang perlu dikritisi. Diantaranya yaitu Bahwa masih ada solusi lain bagi Imam Bukhari untuk menulis Hamdalah yang dapat beliau kutip langsung dari Alquran.

Coba perhatikan, terjemah yang digunakan oleh Imam Bukhari di bawah judul kitab wahyu pertama yang diturunkan adalah ayat AlQuran Surat Al Nisa ayat 163 :

إِنَّاۤ أَوۡحَیۡنَاۤ إِلَیۡكَ كَمَاۤ أَوۡحَیۡنَاۤ إِلَىٰ نُوحࣲ وَٱلنَّبِیِّـۧنَ مِنۢ بَعۡدِهِۦۚ

Bukti lainnya bahwa jawaban ini masih perlu dikritisi adalah bahwa Imam Bukhari meletakkan selain kalam Allah dan kalam Rasul sebelum menulis hadis. Tulisan tersebut adalah sanad Hadits yang diterima oleh Imam Bukhari hingga sampai kepada Rasulullah.

Kritikan ini juga pernah dibantah bahwa meskipun terjemah dan sanad secara tertulis berada pada bagian awal redaksi, namun secara implisit berada di bagian akhir. Namun bantahan ini juga masih menyisakan banyak hal yang perlu dikritisi lagi

Ada Hamdalah dan Syahadat

Jawaban yang paling aneh dari semua jawaban adalah klaim bahwa Imam Bukhari memulai khutbah dengan hamdalah dan syahadah. Lalu, pujian dan syahadah tersebut dihapus oleh sebagian orang yang menghafal Kitab Shahih Imam Bukhari.

Klaim ini menjadi bukti nyata bahwa orang yang menjawabnya tidak pernah melihat kitab kitab ulama besar dari guru Imam Bukhari, guru dari gurunya Imam Bukhari dan juga ulama yang semasa dengan Imam Bukhari seperti :

  • Imam Malik penulis Al Muwattha
  • Abdur Razak penulis Al Mushannaf
  • Imam Ahmad penulis Al Musnad
  • Abu Daud penulis Al Sunan
  • Ulama lainnya yang tidak sanggup disebutkan.

Dan semuanya tidak menulis khutbah pada awal karya mereka. Bahkan kebanyakan dari mereka tidak menulis Basmalah. Dan sedikit dari mereka yang memulai karya dengan khutbah.

Apakah semua karya karya mereka juga harus diklaim bahwa para perawi hadits mereka sudah menghapus khutbah?

Cara berfikir yang benar adalah mengarahkan kepada sudut pandang yang lain yaitu mereka semua sudah membaca Basmalah dan Hamdalah, tapi dalam bentuk ucapan.

Cara berpikir seperti ini didukung oleh sebuah kutipan dari Al Khatib dalam kitab Al jami’ tentang Imam Ahmad bahwa bahwa beliau mengucapkan sholawat kepada rasul setiap menulis hadis dan tidak menulis shalawat itu.

Dan dapat juga diarahkan kepada sudut pandang yang lain yaitu Bahwa Hamdalah dan Syahadah itu hanya terkhusus pada khutbah, tidak termasuk dalam kategori penulisan.

Oleh sebab itu, ada juga ulama hadis yang mengawali kitabnya dengan khutbah menggunakan Hamdalah dan Syahadah. Diantara ulama hadis yang menggunakan metode seperti ini adalah imam muslim.

Dan sudah menjadi ketetapan para imam besar dalam bidang penulisan kitab yaitu memulai Dengan basmalah. Begitu juga dengan penulisan dalam surat-menyurat yang diawali dengan basmalah.

Bolehkah menulis basmalah pada tulisan yang sepenuhnya berisi syair?

Terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama periode awal tentang tulisan yang isi keseluruhan adalah syair. Al Sya’bi melarang untuk menulis Basmalah pada tulisan yang berisi syair.

Hal senanda juga disampaikan oleh Al Zuhri bahwa : sudah menjadi sunnah bahwa tidak ditulis kalimat basmalah dalam tulisan berbentuj Syair.

Sedangkan Sa’id bin Jubair membolehkan penulisan Basmalah dalam kitab berisi syair. Pendapat ini diikuti oleh mayoritas ulama. Dan Al Khathib menegaskan bahwa pendapat inilah yang mukhtar (terpilih).

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button